tugasmu belum usai"
kau berkata, matamu sayu
aku baca muka sedihmu
jelas dari semua kiriman
matamu hampir pejam
padahal masih tersisa rangkaian
...
lama penyerantaku terdiam
aku tersadar, kau hilang dibius bulan
mataku menajam
aku mengawasi jam
berniat mengalahkan ayam
bergelas-gelas pun tandas
berbagai ide telah kulepas
dan ketika kau bangun
kesadaranku turun
semoga matahari menjadi bohlam lampu besar di kepalamu
Senin, 10 Oktober 2011
Hari Terakhir Liburan
kamarku bau lembab
aku tahu, sedih tak harus sembap
semakin cepat aku kirap
semakin darahku tidak sirap
aku mahfum
2 kali setahun
adalah lebih baik daripada menahun
menutup pintu, aku tersenyum
aku tahu, sedih tak harus sembap
semakin cepat aku kirap
semakin darahku tidak sirap
aku mahfum
2 kali setahun
adalah lebih baik daripada menahun
menutup pintu, aku tersenyum
17-20
Tersebutlah suatu tempat yang kurang lebih tiga tahun lalu pernah saya kunjungi di masa-masa awal saya kuliah. Malam ini saya tiba-tiba teringat tempat tersebut. Entah mengapa. Detailnya tergambar cukup jelas, kami bertiga (saya dan dua orang teman) berjalan kaki menuju tempat tersebut. Akan tetapi saya lupa tempat persisnya walau memang saya ingat ada sebuah gereja di dekat tempat itu. Lalu ada salah satu teman yang membawa stik drum. Yah, mereka berdua memang teman bermain saya dalam band yang dinamakan “Perfect Wedding Gift”, band pertama dan satu-satunya band saat saya berkuliah. Adapun band ini tidak lama umurnya. Hal yang tidak perlu dibahas lebih lanjut.
Kembali ke soal tempat tadi. Tidak lama setelah saya teringat tempat tersebut, salah satu teman saya mengirim pesan singkat yang menanyakan soal detail tempat tersebut. Wow. Ada apa gerangan? Apakah saat saya teringat tempat tersebut dia tiba-tiba juga teringat? Sungguh hal yang aneh dan lucu. Mungkin pikiran kami kebetulan saja saat itu terkait. Atau kebetulan saat itu saya dan dia sama-sama sedang bernostalgia mengenang masa-masa perkuliahan yang cukup singkat? Entahlah.
Yah, mau tidak mau saya teringat masa-masa sulit beradaptasi saat tingkat satu. Saat itu mungkin saya masihlah labil, mengingat saya baru saja menginjak usia 17 tahun. Segala hal yang masih asing membuat saya pusing. Yah, pada akhirnya selama tiga tahun berkuliah saya memang menghadapi masalah yang itu ke itu saja. Tetapi, ya sudahlah, tidak perlu dibahas. Toh, ini semua sudah berakhir. Saya telah menyelesaikan pendidikan di kampus ini. Walau kemungkinannya sangat besar saya akan berkuliah lagi di masa depan, ini adalah masa perkuliahan pertama saya yang akan berpengaruh besar. Mengapa? Karena saat inilah karakter saya menuju pendewasaan dibentuk. Dunia perkuliahan inilah yang memperkenalkan saya akan “dunia orang dewasa”.
Bagi saya, hal yang sedikit mengecewakan adalah saya menghabiskan tahun pertama saya dengan berlarut-larut dalam kekhawatiran. Saya nyaris tidak melakukan apa-apa (bahkan termasuk belajar) karena khawatir akan didepak dari kampus ini. Tetapi untunglah, saat tingkat dua kehidupan saya lebih baik. Mulai aktif dalam berbagai hal, mulai merasa berguna dan dibutuhkan. Bahkan di tingkat tiga kesibukan saya bertambah, cukup membantu membuat saya sibuk, sehingga hidup tidak terasa datar. Syukurlah saya bisa melakukan hal yang sedikit berguna sebelum masa perkuliahan saya berakhir. Saya yakin semua pengalaman yang saya alami, orang yang saya temui dan segala hal yang terjadi akan memberi andil dalam hidup saya. Mungkin ada yang belum untuk saat ini, tetapi akan berguna nanti.
Maka, untuk mengakhiri tulisan ini, saya ingin berterimakasih kepada semua pihak yang telah berinteraksi dengan saya selama tiga tahun ini. Kalian tahu, saya percaya bahwa kesuksesan seseorang adalah akumulasi dari segala hal yang terjadi di sekitarnya, baik itu hal baik maupun hal buruk. Maka dari itu peran kalian sangat besar dalam hidup saya. Yah, walau beberapa orang memang sangat menyebalkan. Tetapi tidak apa, mereka mengajari saya bagaimana rasanya berada di posisi orang yang dilecehkan sehingga saya bisa belajar untuk tidak melecehkan orang. Terima kasih semuanya untuk semuanya. :)
Kembali ke soal tempat tadi. Tidak lama setelah saya teringat tempat tersebut, salah satu teman saya mengirim pesan singkat yang menanyakan soal detail tempat tersebut. Wow. Ada apa gerangan? Apakah saat saya teringat tempat tersebut dia tiba-tiba juga teringat? Sungguh hal yang aneh dan lucu. Mungkin pikiran kami kebetulan saja saat itu terkait. Atau kebetulan saat itu saya dan dia sama-sama sedang bernostalgia mengenang masa-masa perkuliahan yang cukup singkat? Entahlah.
Yah, mau tidak mau saya teringat masa-masa sulit beradaptasi saat tingkat satu. Saat itu mungkin saya masihlah labil, mengingat saya baru saja menginjak usia 17 tahun. Segala hal yang masih asing membuat saya pusing. Yah, pada akhirnya selama tiga tahun berkuliah saya memang menghadapi masalah yang itu ke itu saja. Tetapi, ya sudahlah, tidak perlu dibahas. Toh, ini semua sudah berakhir. Saya telah menyelesaikan pendidikan di kampus ini. Walau kemungkinannya sangat besar saya akan berkuliah lagi di masa depan, ini adalah masa perkuliahan pertama saya yang akan berpengaruh besar. Mengapa? Karena saat inilah karakter saya menuju pendewasaan dibentuk. Dunia perkuliahan inilah yang memperkenalkan saya akan “dunia orang dewasa”.
Bagi saya, hal yang sedikit mengecewakan adalah saya menghabiskan tahun pertama saya dengan berlarut-larut dalam kekhawatiran. Saya nyaris tidak melakukan apa-apa (bahkan termasuk belajar) karena khawatir akan didepak dari kampus ini. Tetapi untunglah, saat tingkat dua kehidupan saya lebih baik. Mulai aktif dalam berbagai hal, mulai merasa berguna dan dibutuhkan. Bahkan di tingkat tiga kesibukan saya bertambah, cukup membantu membuat saya sibuk, sehingga hidup tidak terasa datar. Syukurlah saya bisa melakukan hal yang sedikit berguna sebelum masa perkuliahan saya berakhir. Saya yakin semua pengalaman yang saya alami, orang yang saya temui dan segala hal yang terjadi akan memberi andil dalam hidup saya. Mungkin ada yang belum untuk saat ini, tetapi akan berguna nanti.
Maka, untuk mengakhiri tulisan ini, saya ingin berterimakasih kepada semua pihak yang telah berinteraksi dengan saya selama tiga tahun ini. Kalian tahu, saya percaya bahwa kesuksesan seseorang adalah akumulasi dari segala hal yang terjadi di sekitarnya, baik itu hal baik maupun hal buruk. Maka dari itu peran kalian sangat besar dalam hidup saya. Yah, walau beberapa orang memang sangat menyebalkan. Tetapi tidak apa, mereka mengajari saya bagaimana rasanya berada di posisi orang yang dilecehkan sehingga saya bisa belajar untuk tidak melecehkan orang. Terima kasih semuanya untuk semuanya. :)
Berawal Dari Ejekan Seorang Teman..
Tersebutlah seorang kenalan yang sangat ahli memainkan suatu jenis alat musik. Dia bermain dalam sebuah band yang cukup dikenal di suatu wilayah. Jika anda berkesempatan mengobrol dengannya, anda akan tahu bahwa selera musiknya lumayan. Cobalah berbincang lebih jauh, mungkin anda akan tersenyum karena akan terlihat bahwa dia kurang mengerti apa yang dia bicarakan. Meski begitu jangan terlalu membantah, dia keras kepala dan argumen anda akan ditolak mentah. Jadi, ya kalau tidak suka diam saja.
Hal yang membuat saya tergelitik adalah saat dia dan teman-temannya bermain di dalam suatu acara. Saat mereka naik ke panggung, seorang teman yang kebetulan hadir dalam acara tersebut bertanya pada saya, “ menurut lo, mereka ngerti nggak ama musik yang mereka mainin?”. Saya pun jadi berpikir, ada benarnya juga. Selama ini, menurut pendapat saya mereka bermain musik hanya agar terlihat keren. Terlihat dari pilihan lagu yang mereka cover di atas panggung. Saya tidak bisa menyalahkan mereka juga, mungkin memang mereka belum teredukasi oleh musik tersebut, sehingga musik bagi mereka belumlah bisa menjadi attitude. Hanya sekedar jreng jreng jreng, terlihat keren, tenar, dan selesai. Sayang sekali, satu lagi bakat yang akan terbuang.
Memang pesona ketenaran sulit dihindari. Saya mengakui bahwa saya pernah bermain musik hanya demi hal tersebut. Akan tetapi, syukurlah Tuhan mengijinkan saya menempuh pendidikan di tempat yang lebih baik, saya bisa bersentuhan dengan dunia yang membuka pikiran saya. Ternyata musik tidak hanya sesederhana itu. Musik, misalnya, bisa menjadi tempat untuk membagi ide mengenai berbagai macam hal yang dapat membuka mata. Percayalah, jika suatu saat anda berkesempatan membuat lagu, melihat ide anda diterima jauh lebih keren daripada sekedar uang dan ketenaran, bahkan uang dan ketenaran itu hanyalah “efek sampingan” dari hal tersebut.
Yah, kalau saja mereka mau menggali musik itu lebih dalam. Musik bukan hanya soal enak didengar. Ada banyak filosofi yang dianut oleh berbagai macam aliran musik dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Filosofi-filosofi yang akan membuat seorang musisi besar memiliki sikap dan tanggung jawab terhadap karyanya. Bukan hanya memainkan lagu orang, lalu berlagak dan lantas semena-mena terhadap pendapat orang. Tetapi seperti yang saya bilang tadi, belum tentu mereka bisa disalahkan. Mungkin mereka belum mengetahui dan bersentuhan dengan hal tersebut. Sebagaimana saya masih belajar mengenai musik, mereka mungkin juga sedang mengalami proses tersebut.
Ada banyak filosofi yang menarik untuk diketahui dalam musik. Ada banyak musisi besar dengan sikap yang bisa dicontoh. Namun tentu saja, sesuai dengan pepatah “ambil yang baik, tinggalkan yang buruk” kita hanya perlu mengambil hal-hal yang kita rasa sesuai dengan kita, bukan lantas memaksakan dan menelan mentah-mentah. Seorang manusia terbentuk dari ide-ide mendasar yang dianutnya. Kalau kita hanya menelan mentah ide orang lain habis-habisan, apa bedanya kita dengan plagiator?
Jadi, untuk teman-teman yang juga mencintai musik, khususnya musik-musik yang melawan arus, marilah kita bersama-sama menggali lebih dalam ada apa di balik musik tersebut. Setiap unsur dalam lagu, notasi, lirik dan bahkan judul album memiliki cerita menarik. Temukan hal tersebut dan anda pasti akan tersenyum karena musik bukan hanya sekedar enak untuk didengar.
Hal yang membuat saya tergelitik adalah saat dia dan teman-temannya bermain di dalam suatu acara. Saat mereka naik ke panggung, seorang teman yang kebetulan hadir dalam acara tersebut bertanya pada saya, “ menurut lo, mereka ngerti nggak ama musik yang mereka mainin?”. Saya pun jadi berpikir, ada benarnya juga. Selama ini, menurut pendapat saya mereka bermain musik hanya agar terlihat keren. Terlihat dari pilihan lagu yang mereka cover di atas panggung. Saya tidak bisa menyalahkan mereka juga, mungkin memang mereka belum teredukasi oleh musik tersebut, sehingga musik bagi mereka belumlah bisa menjadi attitude. Hanya sekedar jreng jreng jreng, terlihat keren, tenar, dan selesai. Sayang sekali, satu lagi bakat yang akan terbuang.
Memang pesona ketenaran sulit dihindari. Saya mengakui bahwa saya pernah bermain musik hanya demi hal tersebut. Akan tetapi, syukurlah Tuhan mengijinkan saya menempuh pendidikan di tempat yang lebih baik, saya bisa bersentuhan dengan dunia yang membuka pikiran saya. Ternyata musik tidak hanya sesederhana itu. Musik, misalnya, bisa menjadi tempat untuk membagi ide mengenai berbagai macam hal yang dapat membuka mata. Percayalah, jika suatu saat anda berkesempatan membuat lagu, melihat ide anda diterima jauh lebih keren daripada sekedar uang dan ketenaran, bahkan uang dan ketenaran itu hanyalah “efek sampingan” dari hal tersebut.
Yah, kalau saja mereka mau menggali musik itu lebih dalam. Musik bukan hanya soal enak didengar. Ada banyak filosofi yang dianut oleh berbagai macam aliran musik dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Filosofi-filosofi yang akan membuat seorang musisi besar memiliki sikap dan tanggung jawab terhadap karyanya. Bukan hanya memainkan lagu orang, lalu berlagak dan lantas semena-mena terhadap pendapat orang. Tetapi seperti yang saya bilang tadi, belum tentu mereka bisa disalahkan. Mungkin mereka belum mengetahui dan bersentuhan dengan hal tersebut. Sebagaimana saya masih belajar mengenai musik, mereka mungkin juga sedang mengalami proses tersebut.
Ada banyak filosofi yang menarik untuk diketahui dalam musik. Ada banyak musisi besar dengan sikap yang bisa dicontoh. Namun tentu saja, sesuai dengan pepatah “ambil yang baik, tinggalkan yang buruk” kita hanya perlu mengambil hal-hal yang kita rasa sesuai dengan kita, bukan lantas memaksakan dan menelan mentah-mentah. Seorang manusia terbentuk dari ide-ide mendasar yang dianutnya. Kalau kita hanya menelan mentah ide orang lain habis-habisan, apa bedanya kita dengan plagiator?
Jadi, untuk teman-teman yang juga mencintai musik, khususnya musik-musik yang melawan arus, marilah kita bersama-sama menggali lebih dalam ada apa di balik musik tersebut. Setiap unsur dalam lagu, notasi, lirik dan bahkan judul album memiliki cerita menarik. Temukan hal tersebut dan anda pasti akan tersenyum karena musik bukan hanya sekedar enak untuk didengar.
Langganan:
Postingan (Atom)