Jangan takut berkarya. Bikin saja, kerjakan saja. Kalau memang nanti kurang sempurna, wajar saja. “Karya yang sempurna adalah karya yang tidak pernah dibuat”, seorang bijak pernah berkata. Tidak ada yang sempurna, yang sempurna hanya Sang Pencipta. Tuhan saja sengaja membuat karya, misalnya manusia, tidak sempurna, apalagi karya manusia. Sudah tentu tak ada yang tanpa cacat tanpa cela. Jadi, jika berkenan, bikin saja. Kalau hasilnya kurang memuaskan, tetap lanjutkan. Lambat laun semua akan indah pada waktunya. Semua hasil butuh proses. Ada yang lama, ada yang cepat, tapi tidak ada yang instan.
Tetapi yang perlu dicatat, dalam berkarya juga ada kode etiknya. Jangan membabi buta menjiplak. Kalau sekedar terpengaruh, wajar. Tentu saja kita bisa dipengaruhi oleh sesuatu yang kita rasa cocok dengan kita. Dan tentu saja yang harus diingat adalah mengambil pengaruh berbeda dengan menjiplak. Kalau sekedar mengambil pengaruh, kita tetap tidak menghilangkan apa yang menjadi ciri kita, sementara menjiplak bisa dibilang meniru mentah-mentah karya orang dan kita akui sebagai karya kita. Mengambil pengaruh dengan baik akan membantu kita dalam berkarya sementara menjiplak akan membuat kita terhina. Maka berkaryalah, tanpa menjiplak.
Kalaupun nanti ada kritik yang menghinggapi, sekali lagi, wajar. Seperti yang sudah dibahas di atas, tidak ada karya yang sempurna. Jika kritik itu baik dan bersifat membangun, terima dan lakukan perbaikan segera. Untuk para pengkritik, ingat, mengkritik berbeda dengan menghujat. Kritik yang baik dan benar tidak akan membuat pihak yang dikritik merasa diserang dan dipojokkan. Semua hal ada caranya. Begitu pula mengkritik. Mungkin mempelajari cara mengkritik yang baik akan membutuhkan waktu. Tetapi apa yang tidak butuh waktu di dunia ini? Tidak ada yang instan, semua butuh proses. Bahkan makanan instan tetap saja perlu dimasak.
Semua karya butuh apresiasi. Apresiasi tidak melulu berupa uang dan harta (ingat ini, wahai para seniman komersil). Memang uang diperlukan, tetapi bukan itu saja tolak ukurnya. Apresiasi ibaratnya adalah napas suatu karya. Jika tidak ada yang mengapresiasi, bisa saja si pembuat karya berhenti. Jika ada yang mengapresiasi, suatu karya dapat terus dibuat karena apresiasi dapat membuat si pembuat bersemangat. Sekedar berkomentar di blog ini misalnya, sudah merupakan apresiasi. Maka jika anda sempat membaca, baik suka ataupun tidak suka, silahkan tinggalkan komentar anda.
Dan yang perlu diingat, seperti tulisan ini, aku berkarya maka aku ada. Memang sedikit merubah kutipan dari ilmuwan yang saya lupa siapa, “aku berpikir maka aku ada”. Tetapi saya rasa hasil akhir dari suatu pemikiran adalah berupa karya. Maka, sah-sah saja sedikit dirombak. Para pembuat karya tetap ada namanya karena mereka meninggalkan jejak di muka bumi ini melalui karyanya meski telah bertahun-tahun tiada. Semua orang besar pasti dikenang karena karyanya. Rasulullah, ilmuwan, seniman, bahkan pendusta pun akan diingat karena karyanya. Memang, tidak semua karya yang dibuat itu baik. Mereka yang melakukan sesuatu yang buruk pun tetaplah dikenang, karena keburukannya. Tetapi tentu saja, terserah anda mau dikenang karena hal yang baik atau hal yang buruk? Ingin mati dipuji atau mati disumpahi?
Jadi, apa inti ini tulisan? Saya cuma mencari pembenaran dalam berkarya. Itu saja. Terima kasih sudah membaca. Jauh lebih terima kasih jika anda mengapresiasi.
2 komentar:
wah ini ada kaitannya sama postingku...
hehehe..
nice post, mas bro..
#blogwalking ya....
hehe, kerenan punyamu ang, juga posting lebih dulu
kata-katanya ada yang persis sama, ntar ku ganti deh, hehe, thanks for your comment :)
Posting Komentar